Setiap orang pasti
memiliki setidaknya seorang motivator dalam hidupnya; baik itu ibu, sahabat,
pacar, guru, atau seorang motivator profesional. Mereka ada baik disadari
ataupun tidak disadari memberi pengaruh yang besar dalam hidup seseorang—atau
banyak orang, untuk kasus seorang motivator profesional—berupa semangat,
dukungan, do’a, dan atau bantuan materil. Dengan adanya mereka—baik mereka
menyadarinya atau tidak—hidup kita jadi terasa lebih mudah dan menyenangkan.
Meski kita tahu seberapa berat hidup yang sedang kita jalani saat ini. Tapi
mereka selalu ada, dekat, dan tulus; memberikan dorongan, pujian, dan penyulut
semangat. Mendengarkan dan menyimak setiap keluh kesah dan curahan hati kita.
Tapi kadang mereka
juga memberikan kita ruang untuk berpikir, merenungkan tujuan hidup dan segala
masalah, memberikan sebuah jarak privasi untuk kita melamun dan berkelana di
alam mimpi untuk menyusun strategi masa depan. Sering mereka memberikan masukan
untuk cita-cita kita, sering mereka membuat kita tertawa bahagia, dan tahu
kapan kita butuh senyuman, kapan kita butuh sandaran, kapan kita butuh
saputangan, dan kapan kita butuh pengingat saat kita terjerembab, bahwa hidup
kita istimewa, bahwa hidup kita berharharga, bahwa hidup kita cuma satu kali;
bukan untuk diratapi dan disia-siakan, bahwa hidup kita berarti untuk mereka,
bahwa mereka membutuhkan kita, bahwa betapa kita telah membuat mereka
tersenyum.
Aku punya seorang
motivator. Saat pertama kali bertemu, aku tidak menyangka ia akan menjadi
begitu berharga di hidupku. Setelah hampir dua tahun mengenalnya, aku baru
merasakan kehangatannya, ketulusannya, semangatnya yang selalu membara (ini
bukan konotasi, tapi beneran!), dan motivasi-motivasinya yang selalu mengena di
hatiku. Setiap kali melihatnya, aku selalu otomatis tersenyum. Senang sekali
melihatnya. Menyenangkan sekali berbalas sapa dengannya. Genggaman tangannya
selalu erat penuh kekuatan dan semangat hidup setiap kali kami berjabat tangan.
Kuat dan tegas. Penuh wibawa.
Kata-kata motivasinya
selalu terngiang dan bahkan mungkin terekam dengan baik di alam bawah sadarku. Moodku
selalu berubah menjadi sangat baik setiap kali berbicara dengannya. Karena
hampir segala yang ia katakan merupakan kata-kata bijak berharga yang penuh
semangat menyala-nyala.
Ia sangat
menghargaiku. Tak pernah ada orang selain ibuku yang pernah menghargaiku
seperti itu. Ia begitu bangga padaku. Dengan segala kekuranganku, menurutnya
aku istimewa, sangat berharga, sebuah permata yang masih terjaga. Ia
memberitahukan kepada semua orang betapa hebatnya aku, betapa pintarnya aku,
betapa cerdasnya aku, betapa senangnya ia mengenalku.
Ia selalu membuatku
tersenyum. Ia selalu bisa membuatku tersenyum. Ia selalu tahu cara membuatku
bahagia.
Dia adalah satu-satunya orang di dunia ini
yang mampu membuatku bersemangat berapi-api ketika aku dalam keadaan paling
terpuruk! Dia satu-satunya orang yang mampu membuatku melihat dari
sudut pandang yang lain yang lebih baik tentang sebuah persoalan kehidupan yang
pelik, di kala aku sedang begitu sedih! Dia satu-satunya orang di dunia ini
yang mampu membuatku tertawa di saat aku sedang menangis sedu sedan begitu
parah! Bisa-bisanya aku tertawa ketika sedang menangis begitu parahnya! Dan dia
mampu membuatku merasa aman, tenang, nyaman, dan senang hanya dengan duduk di
sampingnya! Apalagi jika ia mulai berbicara. Dia melakukannya dengan lebih baik
daripada para ustadz dan guru BK mana pun yang kukenal! Dia yang terbaik! Dia
motivator sungguhan bagiku.
Dia memberitahuku dan
tak henti-hentinya mengingatkanku bahwa masalah yang sedang kuhadapi saat ini
adalah masalah yang kecil! Dan aku mampu melaluinya. Bahwa hidupnya pun
terlahir dari sebuah perjuangan, keringat dan kerja keras menjadi awal hidupnya.
Semuanya dimulai dengan proses; dari nol. Tak ada yang instan. Tak tiba-tiba ia
menjadi sukses, sebelum keringat, air mata, bahkan darah berpeluh-beluh
bergantian. Keajaiban adalah nama lain dari kerja keras. Dia selalu
mengingatkanku bahwa aku akan menjadi orang yang begitu kuat, sangat sangat
kuat dibandingkan dengan teman-temanku yang hidupnya adem ayem tanpa mengalami
masalah sepertiku. Dia memberitahuku dan tak henti-hentinya mengingatkanku
bahwa masalah yang sedang kuhadapi hanyalah sebagian kecil dari hidupku, yang
nantinya akan terlupakan dan hanya berbekas sebagai titik hitam kecil yang
menjadi pelajaran berharga untuk kehidupan masa depanku. Bahwa masalah yang
sedang kuhadapi sekarang sangat kecil dibandingkan masalah-masalah lain yang akan
muncul di hidupku di masa depan nanti. Maka aku harus kuat, harus tabah,
bertahan, agar aku bisa melalui ujian-ujian dan tantangan-tantangan yang akan
senantiasa menghiasi hidupku. Karena di dalam hidup akan selalu ada masalah.
Itulah yang mendewasakan kita.
Dia adalah seorang
guru. Dia adalah salah satu guruku. Dia seorang guru sejarah di sekolahku. Yang
telah mengantarkanku pada prestasi-prestasiku. Mengajarkanku cara untuk
menulis; melatihku cara untuk mampu berbicara di depan umum; dan mendidikku
cara untuk menjalani hidup dengan penuh optimis dan spirit. Merangkaikan
sejarah-sejarah manis untuk masa depanku. Memperlihatkanku kekuatan dari
pembelajaran dari masa lalu untuk masa sekarang dan masa depan.
Dialah penyemangatku,
dialah motivatorku, akan selalu kuingat dalam do’aku. Sosok yang telah berhasil
mengisi kekosongan dan kehampaan salah satu figur berat, fatal, dan vital dalam
hidupku. Figur yang kosong yang memang seharusnya terisi. Terima kasih. Beribu-ribu terima kasih untukmu. Thank's a million my dad-teacher…
1 komentar:
translate :(
Posting Komentar