About

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Tampilkan postingan dengan label sebuah prolog. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label sebuah prolog. Tampilkan semua postingan

Selasa, Januari 29, 2013

The Best Motivator


Setiap orang pasti memiliki setidaknya seorang motivator dalam hidupnya; baik itu ibu, sahabat, pacar, guru, atau seorang motivator profesional. Mereka ada baik disadari ataupun tidak disadari memberi pengaruh yang besar dalam hidup seseorang—atau banyak orang, untuk kasus seorang motivator profesional—berupa semangat, dukungan, do’a, dan atau bantuan materil. Dengan adanya mereka—baik mereka menyadarinya atau tidak—hidup kita jadi terasa lebih mudah dan menyenangkan. Meski kita tahu seberapa berat hidup yang sedang kita jalani saat ini. Tapi mereka selalu ada, dekat, dan tulus; memberikan dorongan, pujian, dan penyulut semangat. Mendengarkan dan menyimak setiap keluh kesah dan curahan hati kita.


Tapi kadang mereka juga memberikan kita ruang untuk berpikir, merenungkan tujuan hidup dan segala masalah, memberikan sebuah jarak privasi untuk kita melamun dan berkelana di alam mimpi untuk menyusun strategi masa depan. Sering mereka memberikan masukan untuk cita-cita kita, sering mereka membuat kita tertawa bahagia, dan tahu kapan kita butuh senyuman, kapan kita butuh sandaran, kapan kita butuh saputangan, dan kapan kita butuh pengingat saat kita terjerembab, bahwa hidup kita istimewa, bahwa hidup kita berharharga, bahwa hidup kita cuma satu kali; bukan untuk diratapi dan disia-siakan, bahwa hidup kita berarti untuk mereka, bahwa mereka membutuhkan kita, bahwa betapa kita telah membuat mereka tersenyum.


Aku punya seorang motivator. Saat pertama kali bertemu, aku tidak menyangka ia akan menjadi begitu berharga di hidupku. Setelah hampir dua tahun mengenalnya, aku baru merasakan kehangatannya, ketulusannya, semangatnya yang selalu membara (ini bukan konotasi, tapi beneran!), dan motivasi-motivasinya yang selalu mengena di hatiku. Setiap kali melihatnya, aku selalu otomatis tersenyum. Senang sekali melihatnya. Menyenangkan sekali berbalas sapa dengannya. Genggaman tangannya selalu erat penuh kekuatan dan semangat hidup setiap kali kami berjabat tangan. Kuat dan tegas. Penuh wibawa.


Kata-kata motivasinya selalu terngiang dan bahkan mungkin terekam dengan baik di alam bawah sadarku. Moodku selalu berubah menjadi sangat baik setiap kali berbicara dengannya. Karena hampir segala yang ia katakan merupakan kata-kata bijak berharga yang penuh semangat menyala-nyala.


Ia sangat menghargaiku. Tak pernah ada orang selain ibuku yang pernah menghargaiku seperti itu. Ia begitu bangga padaku. Dengan segala kekuranganku, menurutnya aku istimewa, sangat berharga, sebuah  permata yang masih terjaga. Ia memberitahukan kepada semua orang betapa hebatnya aku, betapa pintarnya aku, betapa cerdasnya aku, betapa senangnya ia mengenalku.


Ia selalu membuatku tersenyum. Ia selalu bisa membuatku tersenyum. Ia selalu tahu cara membuatku bahagia.


Dia adalah satu-satunya orang di dunia ini yang mampu membuatku bersemangat berapi-api ketika aku dalam keadaan paling terpuruk! Dia satu-satunya orang yang mampu membuatku melihat dari sudut pandang yang lain yang lebih baik tentang sebuah persoalan kehidupan yang pelik, di kala aku sedang begitu sedih! Dia satu-satunya orang di dunia ini yang mampu membuatku tertawa di saat aku sedang menangis sedu sedan begitu parah! Bisa-bisanya aku tertawa ketika sedang menangis begitu parahnya! Dan dia mampu membuatku merasa aman, tenang, nyaman, dan senang hanya dengan duduk di sampingnya! Apalagi jika ia mulai berbicara. Dia melakukannya dengan lebih baik daripada para ustadz dan guru BK mana pun yang kukenal! Dia yang terbaik! Dia motivator sungguhan bagiku.


Dia memberitahuku dan tak henti-hentinya mengingatkanku bahwa masalah yang sedang kuhadapi saat ini adalah masalah yang kecil! Dan aku mampu melaluinya. Bahwa hidupnya pun terlahir dari sebuah perjuangan, keringat dan kerja keras menjadi awal hidupnya. Semuanya dimulai dengan proses; dari nol. Tak ada yang instan. Tak tiba-tiba ia menjadi sukses, sebelum keringat, air mata, bahkan darah berpeluh-beluh bergantian. Keajaiban adalah nama lain dari kerja keras. Dia selalu mengingatkanku bahwa aku akan menjadi orang yang begitu kuat, sangat sangat kuat dibandingkan dengan teman-temanku yang hidupnya adem ayem tanpa mengalami masalah sepertiku. Dia memberitahuku dan tak henti-hentinya mengingatkanku bahwa masalah yang sedang kuhadapi hanyalah sebagian kecil dari hidupku, yang nantinya akan terlupakan dan hanya berbekas sebagai titik hitam kecil yang menjadi pelajaran berharga untuk kehidupan masa depanku. Bahwa masalah yang sedang kuhadapi sekarang sangat kecil dibandingkan masalah-masalah lain yang akan muncul di hidupku di masa depan nanti. Maka aku harus kuat, harus tabah, bertahan, agar aku bisa melalui ujian-ujian dan tantangan-tantangan yang akan senantiasa menghiasi hidupku. Karena di dalam hidup akan selalu ada masalah. Itulah yang mendewasakan kita.


Dia adalah seorang guru. Dia adalah salah satu guruku. Dia seorang guru sejarah di sekolahku. Yang telah mengantarkanku pada prestasi-prestasiku. Mengajarkanku cara untuk menulis; melatihku cara untuk mampu berbicara di depan umum; dan mendidikku cara untuk menjalani hidup dengan penuh optimis dan spirit. Merangkaikan sejarah-sejarah manis untuk masa depanku. Memperlihatkanku kekuatan dari pembelajaran dari masa lalu untuk masa sekarang dan masa depan.


Dialah penyemangatku, dialah motivatorku, akan selalu kuingat dalam do’aku. Sosok yang telah berhasil mengisi kekosongan dan kehampaan salah satu figur berat, fatal, dan vital dalam hidupku. Figur yang kosong yang memang seharusnya terisi. Terima kasih. Beribu-ribu terima kasih untukmu. Thank's a million my dad-teacher… 


Sabtu, Desember 08, 2012

It's Nice! (happy and miserable)


It's so nice to be grown in life.
coz we all are live.
and we do need to.
but,
as the time pass,
we all need to adapt too,
in every field in life.
and so too the teenage world.
we cant dodge it.
we cant.
i cant.
none can.
except you die!

it's nice to be nice! but,
it's hard to do
when you know that is true
to keep relent and adapt
from matter you cant go away
from all sides you cant throw away

as far as I go,
I just find the same things,
the same feeling
similar smell
familiar res
and strangers

how to do when the compass is stolen
how to do when your heart is crushed
what to do when letdown just flew on you
what to do when you just can believe none anymore

is it going to be sad?
or pretended to be happy again and again?

It's nice to be nice
It's needed to be honest
It's nice to hide the tear
It's nice to tell me to pretend everything's fine

Sometimes you have to learn that grief must be enjoyed! :(

Kamis, Oktober 04, 2012

Sebuah Prolog Tanpa Akhir


Mencintai seseorang secara diam-diam itu bisa sangat menyakitkan. Lebih buruk daripada cinta yang direncanakan. Setiap hari aku mengira semuanya berjalan baik-baik saja. Semua hal tersenyum padaku. Tak ada keraguan sedikitpun aku merasa tidak aman—apa pun sebabnya.
Tetapi ketika ku sadari aku mencintai seseorang—secara diam-diam. Aku baru tahu itu menyakitkan. Karena selama ini aku merasa tidak pernah memiliki perasaan istimewa apa pun, kepada siapa pun. Well, setidaknya aku mengira seperti itu, sampai aku menyadari hal itu salah. SALAH BESAR. Dengan huruf-huruf kapital raksasa.
Dan saat aku menyadari aku tak pernah merencanakan siasat apa pun untuk mendapatkannya, aku semakin merasa sakit. Karena aku telah terlanjur memberikan kesempatan terlalu besar kepada semua orang untuk meminta dan mencuri hatinya. Aku terlambat. Aku tahu aku terlambat. Sangat.
Aku bahkan telah dengan terang-terangan mendukung teman dekatku untuk mendapatkan dia—ya, dia yang aku cintai. Aku memberi semangat dan dukungan tinggi kepada kawanku. Tanpa tahu bahwa akhirnya aku menderita perasaan yang sama. Terserang penyakit cinta.
Ironisnya,
Semakin ku pendam, semakin aku menyayanginya. Dan semakin aku menyadari hal itu.
Aku merasa bodoh, jatuh cinta kepada seseorang yang terlalu tinggi untukku. Ditambah dengan kenyataan bahwa ia dicintai dan dipuja semua orang. Aku hanyalah salah satu dari yang jatuh cinta secara bodoh padanya. Aku sadar aku tak memiliki kesempatan apa pun.
Dia tersenyum padaku, bukan karena dia menyukaiku. Tapi karena ia memang ramah. Oleh sebab itu ia disukai semua orang. Maka aku tidak boleh berharap terlalu lebih. Tidak boleh. Itu hanya membuatku semakin terlihat bodoh... Dan sakit. Aku tahu itu.
Tapi, seandainya aku bisa merencanakan menghentikan perasaanku sekalipun, bagaimana caranya?
Menerusakan mencintainya atau pun tidak, sama-sama menjerumuskanku pada kesengsaraan dari sebuah cinta.
Aku telah berbuat salah dengan jatuh cinta padanya. Aku hanya akan melukai diriku sendiri. Dan tak ada orang yang bisa menolongku. Karena hanya dia yang ku inginkan.
*
Tapi aku merasa bukan salahku jika seseorang jatuh hati pada orang lain, begitu pun yang terjadi padaku. Aku hanya bernasib malang saja dengan ditakdirkan mencintainya. Bukan salah orang itu pula jika ia memiliki begitu banyak orang yang menyukai, atau bahkan mencintainya. Karena dia memang pantas untuk hak hal itu. Dia memiliki segalanya. Wajah, postur, otak, uang, perilaku, dan tutur katanya yang sangat indah.
Aku merasa sebaiknya aku buang jauh-jauh saja perasaan itu, walau tak tahu caranya. Demi sahabatku.
Tapi, apa pun yang aku lakukan, membuang atau pun memelihara perasaan istimewa itu, kata cinta itu tetap terus tumbuh sumbur dengan sendirinya. Tiada bisa ku cegah. Bahkan terus hadir rasa ingin memiliki, bukan menyerahkan!
Aku ingin menjauhkannya dari sahabatku, dari semua orang yang jatuh hati padanya. Aku mulai berpikir egois. Tapi cinta memang seperti itu.
Setiap saat aku diliputi perasaan cemas ia akan jatuh cinta dengan seseorang. Atau sedang memutuskan salah satu pengggemarnya menjadi pasangannya. Dan dia bahkan tak tahu bahwa aku adalah penggemar rahasianya. Sangat rahasia. Dia hanya tahu bahwa aku memiliki seorang sahabat yang mencintainya dan aku selalu berusaha menjodohkan mereka. Ya, tapi itu dulu. Sebelum aku terjerat cintanya.
"Aku mencintaimu," ucapku padanya. Dalam keheningan mimpi.